Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 Pekerja Sosial
Pexels |
(Gambar Pixabay) |
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 Pekerja Sosial
Ikuti berita fullcaring lainnya di Google News
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial salah satunya ditujukan untuk mengatasi berbagai masalah kesejahteraan sosial yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas dan standar kehidupannya secara adil dan merata.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial disahkan Presiden Jokowi 1 Oktober 2019 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial berlaku setelah diundangkan oleh PLT. Menkumham Tjahjo Kumolo pada tanggal 2 Oktober 2019 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 182. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6397.
Tujuan Pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial diantaranya sebagai berikut
a. mencegah terjadinya disfungsi sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
b. memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi masalah kesejahteraan sosial;
d. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai kemandirian individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat; dan
e. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial berisi tentang:
a. Praktik pekerjaan sosial yang merupakan cakupan kegiatan praktik pekerjaan sosial dan bentuk kegiatan yang dapat dilakukan;
b. Standar praktik pekerjaan sosial yang berisi standar yang harus dipenuhi dalam melakukan pelayanan praktik pekerjaan sosial dan standar tersebut ditentukan oleh Menteri Sosial;
c. Pendidikan profesi pekerja sosial (peksos) yang mengatur kompetensi seseorang untuk menjadi pekerja sosial (peksos) sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan praktik pekerjaan sosial;
d. Registrasi dan izin praktik yang mengatur mengenai kewajiban memiliki STR dan SIPPS, pekerja sosial (peksos) lulusan luar negeri, dan Pekerja Sosial warga negara asing;
e. hak dan kewajiban pekerja sosial (peksos) dan klien;
f. Organisasi pekerja sosial (peksos) sebagai wadah aspirasi pekerja sosial (peksos);
g. Dewan Kerhormatan Kode Etik yang dibentuk oleh Organisasi pekerja sosial (peksos);
h. Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk menjamin mutu dan pelindungan masyarakat penerima layanan melakukan praktik pekerjaan sosial;
i. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan praktik pekerjaan sosial.
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial mencabut ketentuan pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967).
10 (sepuluh) Kompetensi Awal dari Seorang Pekerja Sosial
1. Mengidentifikasi dan melakukan assessment terhadap situasi dimana hubungan antara orang dengan institusi sosial perlu dirintis, diperkuat, diperbaiki, atau perlu diakhiri.
2. Mengembangkan serta mengimplementasikan suatu rencana yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan individu yang berlandaskan pada assessment masalah, eksplorasi tujuan, serta pengembangan alternatif pemecahan.
3. Mengembangkan atau memperbaiki kemampuan orang dalam menghadapi, memecahkan masalah, serta kemampuan pengembangan diri klien.
4. Menghubungkan orang dengan sistem yang dapat memberikan sumber pelayanan, maupun kesempatan.
5. Memberikan intervensi secara efektif dengan mengutamakan populasi sasaran yang paling rentan, atau terkena diskriminasi
6. Mengembangkan efektifitas pelayanan serta meningkatkan kemanusiawian kinerja sistem yang memberikan pelayanan, sumber, maupun kesempatan.
7. Secara aktif berperan serta dengan pihak lain untuk menciptakan, memodifikasi, serta meningkatkan sistem pelayanan yang ada agar lebih responsif terhadap kebutuhan klien.
8. Melakukan evaluasi sampai seberapa jauh tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai.
9. Secara terus menerus melakukan evaluasi atas pengembangan profesionalisme melalui assessment atas perilaku maupun ketrampilan praktiknya.
10. Memberikan kontribusi pada peningkatan mutu pelayanan dengan cara mengembangkan landasan pengetahuan profesionalnya serta menjunjung tinggi standar atau etika profesi.
Tiga aliran atau pandangan dalam pekerjaan sosial
Reflexive-Therapeutic
Aliran ini menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang berupaya mencapai kesejahteraan individu, keluarga, kelompok, serta komunitas dengan cara meningkatkan serta memfasilitasi pertumbuhan maupun pemenuhan kebutuhan diri.
Socialist- Collectivis
Aliran ini menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang berupaya mencapai kesejahteraan individu, kelompok, serta komunitas dalam masyarakat, dengan cara meningkatkan serta memfasilitasi pertumbuhan maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Individualist-Reformist.
Aliran atau pandangan ini menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu maupun masyarakat.
Masing-masing aliran pekerjaan sosial ini mengemukakan gagasan-gagasannya sendiri tentang pekerjaan sosial maupun fungsi-fungsinya, selain itu juga mengkritisi sambil berupaya untuk mengubah aliran-aliran lainnya. Akan tetapi masing-masing juga mengakui adanya penggabungan serta tarik menarik antar aliran, misalnya Reflexive-Therapeutic dan Socialist-collectivist yang ternyata juga memusatkan diri pada perubahan sosial dan pengembangan. Demikian pula dengan Reflexive-Therapeutic dan Individual-Reformist yang lebih condong pada praktik-praktik individual, dibandingkan praktik-praktik makro/kolektif.
Reflexive Therapeutic
Psychodynamic Perspectives
Teori ini dikatakan dinamik, karena teori-teori yang ada dalam perspektif ini meyakini bahwa perilaku manusia merupakan perwujudan dari suatu interaksi dinamis antara pikiran dan perilaku serta lingkungan
Perspektif Humanist dan Existentialist
Teori ini terfokus pada pandangan bahwa manusia memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memiliki kekuatan personal yang berguna untuk mengatur hidupnya sendiri, menentukan nasibnya sendiri, serta memiliki kekuatan untuk mencapai tujuan hidupnya sendiri yang menentukan eksistensinya sebagai manusia.
Social Psychological, dan Communication
Fokus utama dalam teori psikologi sosial adalah pengaruh relasi di dalam kelompok sosial serta relasi antar kelompok sosial yang berpengaruh terhadap perilaku serta menentukan identitas sosial seseorang.
Fokus utama teori-teori komunikasi juga berkenaan dengan hubungan antara orang dengan orang lain dalam kelompok, organisasi, serta masyarakat.
Anti discrimanation dan anti oppressive
Teori anti diskriminasi adalah pandangan yang berusaha untuk mengurangi dorongan dari suatu kelompok atau golongan tertentu untuk menindas kelompok lain, merugikan kelompok lain, mengabaikan kelompok lain, serta menganggap bahwa kelompok lain adalah kelompok yang tidak berguna, rendah, serta tidak perlu diperhatikan.
Empowerment, dan Advocacy
Empowerment atau pemberdayaan berusaha untuk membantu klien atau kelompok klien untuk memperoleh kendali atas keputusannya sendiri serta mampu melakukan aksi bagi kesejahteraannya sendiri.
Advokasi bertujuan untuk mewakili kelompok atau golongan yang kurang berdaya di hadapan kelompok atau golongan yang lebih kuat. Advokasi ini diarahkan untuk membuat agar kelompok yang kurang beruntung mendapatkan perhatian secara lebih adil.
Social Development , Community Development, & Pekerjaan sosial Makro
Pembangunan masyarakat ini erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi, pembangunan industri, ketertinggalan, kebodohan, serta berbagai masalah lain yang terkait dengan kemiskinan serta pembangunan kesejahteraan secara luas. Sudut pandang teori-teori ini bersifat luas, mulai dari pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial secara luas, hingga pengembangan organisasi serta kebijakan-kebijakan sosial.
Perspektif Task Centered dan Crisis Intervention
Intervensi krisis menganggap bahwa semua orang hidup dalam kondisi mapan dan berkelanjutan. Krisis merupakan suatu kejadian yang merusak kondisi mapan tersebut, dengan demikian, pekerja sosial harus memberikan intervensi hanya pada situasi krisis tersebut, dan mengembalikannya pada kondisi mapan (steady state)
System dan Ecological theories
Perspektif ini menyatakan bahwa seluruh situasi problematis disebabkan oleh sub sistem dimana klien berinteraksi, serta dengan demikian solusi atas situasi problematik tersebut juga ditentukan oleh sub sistem lain dalam kehidupan sosial klien. Perspektif inilah yang mendasari pandangan tentang “person-in-environment”
Tujuan Pekerjaan Sosial
Memperkuat kemampuan orang untuk memecahkan ,menghadapi masalah serta kemampuan
pengembangan dirinya
Menghubungkan orang dengan sistem-sistem yang dapat menyediakan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan, dan kesempatan-kesempatan atau peluang
Mengembangkan sistem-sistem yang dapat menyediakan sumber dan pelayanan bagi orang agar pelaksanaannya lebih efektif dan manusiawi.
Mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial.
Prinsip-prinsip pekerjaan sosial
1. Penerimaan (Acceptance)
2. Individualization.
3. Pengungkapan perasaan secara bertujuan (Puposeful expression of feeling)
4. Sikap tidak menghakimi (Nonjudgemental attitude)
5. Memiliki sikap Obyektif (Objectivity)
6. Keterlibatan emosional secara terkendali (Controlled emotional involvement)
7. Hak menentukan nasib dan kehidupannya sendiri (Self determination)
8. Memiliki akses terhadap sumber daya (Access to resources)
9. Kerahasiaan (Confidentiality)
10. Dapat dipertanggungjawabkan (Accountability)
Ketrampilan Pokok Pekerja Sosial
1. Komunikasi personal
2. Berkelompok dan Pertemuan
3. Pendidikan masyarakat
4. Menyusun struktur dan proses penggalian sumber masyarakat
5. Menulis
6. Memotivasi, memberi semangat dan aktivitas
7. Memecahkan konflik ,negosiasi dan mediasi
8. Representasi dan advokasi
9. Presentasi masyarakat
10. Bekerja dengan media
11. Managemen dan organisasi
12. Riset atau Penelitian
Baca di Undang-Undang 14 tahun 2019 Pekerja Sosial
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan 'sertifikat kompetensi.
Praktik Pekerjaan Sosial adalah penyelenggaraan pertolongan profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Keberfungsian Sosial adalah suatu kondisi yang memmungkinkan individu, keluarga, keiompok, dan masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dan hak dasarnya, melaksanakan tugas dan peranan sosialnya, serta mengatasi masalah dalam kehidupannya.
Pencegahan Disfungsi Sosial adalah upaya untuk mencegah keterbatasan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam menjalankan keberfungsian sosiainya.
Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Pemberdayaan Sosial adalah upaya yang diarahkan untuk menjadikan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah sosial agar berdaya sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Pengembangan Sosial adalah upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan atau daya guna individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang sudah berfungsi dengan baik.
Pelindungan Sosial adalah upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial.
Klien adalah penerima manfaat pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial yang meliputi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan secara hukum terhadap kompetensi Pekerja Sosial untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus Uji Kompetensi.
Uji Kompetensi adalah proses penilaian kompetensi secara terukur dan objektif untuk menilai capaian kompetensi dalam Praktik Pekerjaan Sosial dengan mengacu pada standar kompetensi.
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Pekerja Sosial yang memiliki Sertifikat Kompetensi untuk menjalankan Praktik Pekerjaan Sosial di Organisasi Pekerja Sosial.
Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Organisasi Pekerja Sosial kepada Pekerja Sosial yang telah diregistrasi.
Registrasi Ulang adalah pencatatan ulang terhadap Pekerja Sosial yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
Surat lzin Praktik Pekerja Sosial yang selanjutnya disingkat SIPPS adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Pekerja Sosial sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Pekerjaan Sosial.
Organisasi Pekerja Sosial adalah wadah berhimpun Pekerja Sosial yang bersifat independen, mandiri, dan berbadan hukum.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal 2
Pekerja Sosial melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial dengan berasaskan:
nondiskrimirratif;
kesetiakawanan;
keadilan;
profesionalitas;
kemanfaatan;
keterpaduan;
kemitraan;
aksesibilitas; dan
akuntabilitas.
Pasal 3
Pekerja Sosial melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial dengan tujuan:
mencegah terjadinya disfungsi sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
memulihkan dan meningkatkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat;
meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam menghadapi masalah kesejahteraan sosial;
meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai kemandirian individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat; dan
meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.
BAB II
PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Praktik Pekerjaan Sosial meliputi:
Pencegahan Disfungsi Sosial;
Pelindungan Sosial;
Rehabilitasi Sosial;
Pemberdayaan Sosial; dan
Pengembangan Sosial.
Pasal 5
Praktik Pekerjaan Sosial harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana pelayanan sesuai dengan standar pelayanan dan standar operasional prosedur.
Bagian Kedua
Pencegahan Disfungsi Sosial
Pasal 6
Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud daiam Pasal 4 huruf a merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk mencegah terjadinya disfungsi sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pencegahan Disfungsi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
penyuluhan sosial;
bimbingan sosial;
pendampingan sosial;
peningkatan kapasitas;
pelatihan keterampilan;
pelayanan aksesibilitas;
advokasi sosial; dan/atau
Pencegahan Disfungsi Sosial bentuk lain.
Pencegahan Disfungsi Sosial bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Pelindungan Sosial
Pasal 7
Pelindungan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
Pelindungan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
bantuan sosial;
advokasi sosial; dan/atau
pemberian akses bantuan hukum.
Bagian Keempat
Rehabilitasi Sosial
Pasal 8
Rehabilitasi Sosial sebagarmana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan koersif.
Pasal 9
Rehabilitasi Sosial terdiri atas:
Rehabilitasi Sosial dasar; dan
Rehabilitasi Sosial lanjut.
Pasal 10
Rehabilitasi Sosial dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a merupakan upaya yang dilakukan untuk memulihkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat.
Rehabilitasi Sosial dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
motivasi dan diagnosis psikososial;
perawatan dan pengasuhan;
bimbingan mental spiritual;
bimbingan fisik;
bimbingan sosial dan konseling;
pelayanan aksesibilitas;
bantuan dan asistensi sosial; dan/atau
rujukan.
Pasal 11
Rehabilitasi Sosial lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan upaya yang dilakukan untuk mengembangkan Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Rehabilitasi Sosial lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
motivasi dan diagnosis psikososial;
perawatan dan pengasuhan;
pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
pelayanan aksesibilitas;
bantuan dan asistensi sosial;
bimbingan resosialisasi;
bimbingan lanjut; dan/atau
rujukan.
Selain bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Rehabilitasi Sosial lanjut juga dilakukan dalam bentuk:
terapi fisik;
terapi mental spiritual;
terapi psikososial;
terapi untuk penghidupan;
pemenuhan hidup layak;
dukungan aksesibilitas; dan/atau
bentuk lainnya yang mendukung Keberfungsian Sosial.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Pemberdayaan Sosial
Pasal 13
Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk:
memberdayakan individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami masalah sosial agar mampu meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri; dan
meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
identifikasi permasalahan dan sumber daya yang dapat dikembangkan;
penumbuhan kesadaran dan pemberian motivasi;
pelatihan keterampilan;
penguatan kelembagaan dalam masyarakat;
pendampingan;
kemitraan dan penggalangan dana;
pemberian akses terhadap stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha;
peningkatan akses pemasaran hasil usaha;
supervisi dan advokasi sosial;
penguatan keserasian sosial; dan/atau
bimbingan lanjut.
Bagian Keenam
Pengembangan Sosial
Pasal 14
Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e merupakan intervensi pekerjaan sosial yang ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas kehidupan serta Keberfungsian Sosial individu, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat melalui partisipasi aktif atas prakarsa perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pengembangan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan daiarn bentuk:
pemetaan sosial;
advokasi sosial;
pendidikan psikoedukasi;
kampanye sosial;
pengembangan kemitraan;
peningkatan aksesibilitas;
supervisi sosial;
penguatan integrasi sosial;
pengembangan inovasi pekerjaan sosial; dan/atau
Pengembangan Sosial bentuk lain.
Pengembangan Sosial bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j ditetapkan oleh Menteri.
BAB III
STANDAR PRAKTIK PEKERJAAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
Praktik Pekerjaan Sosial dilaksanakan berdasarkan standar Praktik Pekerjaan Sosial.
Standar Praktik Pekerjaan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
standar operasional prosedur;
standar kompetensi Pekerja Sosial; dan
standar layanan.
Bagian Kedua
Standar Operasional Prosedur
Pasal 16
Standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud daiam Pasai 15 ayat (2) huruf a meliputi:
pendekatan awal;
asesmen;
perencanaan intervensi;
intervensi; dan
evaluasi, rujukan, dan terminasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Standar Kompetensi Pekerja Sosial
Pasal 17
Standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b meliputi standar:
Pengetahuan, keterampilan; dan nilai,dalam Praktik Pekerjaan Sosial.
Standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari organisasi Pekerja Sosial.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar kompetensi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Standar Layanan
Pasal 18
Standar layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c dilandaskan pada fungsi Praktik Pekerjaan Sosial.
Fungsi Praktik Pekerjaan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
mencegah disfungsi sosial;
melaksanakan Pelindungan Sosial;
melaksanakan Rehabilitasi Sosial;
melaksanakan Pernberdayaan Sosial; dan
melaksanakan Pengembangan Sosial.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
PENDIDIKAN PROFESI PEKERJA SOSIAL
Pasal 19
Pendidikan profesi Pekerja Sosial merupakan pendidikan setelah sarjana yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bekerja sama dengan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.
Pasal 20
Untuk menyelesaikan pendidikan profesi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, peserta didik harus lulus Uji Kompetensi yang bersifat nasional.
Pasal 21
Syarat untuk mengikuti pendidikan profesi Pekerja Sosial:
sarjana kesejahteraan sosial;
sarjana terapan pekerjaan sosial; atau
sarjana ilmu sosial lainnya terkait kesejahteraan sosial.
Pasal 22
Untuk melakukan Praktik Pekerjaan Sosial, seseorang harus lulus Uji Kompetensi.
Pasal 23
Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan melalui:
pendidikan profesi Pekerja Sosial; atau
rekognisi pembelajaran lampau.
Uji Kompetcnsi melalui pendidikan profesi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperuntukkan bagi peserta didik pendidikan profesi Pekerja Sosial.
Uji Kompetensi melalui rekognisi pembelajaran iampau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperuntukkan bagi setiap orang yang sudah bekerja, mempunyai pengalaman di bidang pelayanan sosial, dan/atau telah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang pelayanan sosial.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan rekognisi pembelajaran lampau untuk mengikuti Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi.
Pasal 24
Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 25
Peserta yang lulus Uji Kompetensi dalam pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a berhak mendapatkan sertifikat profesi dari perguruan tinggi dan Sertifikat Kompetensi dari Organisasi Pekerja Sosial serta berhak melakukan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 26
Peserta yang lulus Uji Kompetensi melalui rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b berhak mendapatkan Sertifikat Kompetensi dan dinyatakan sebagai Pekerja Sosial serta berhak melakukan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan profesi Pekerja Sosial dan Uji Kompetensi diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi berkoordinasi dengan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Organisasi Pekerja Sosial.
BAB V
REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK
Bagian Kesatu
Registrasi
Pasal 28
Setiap Pekerja Sosial yang melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial wajib memiliki STR.
STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 29
Untuk memperoleh STR Pekerja Sosial harus memenuhi persyaratan:
memiliki Sertifikat Kompetensi;
memiliki surat keterangan kondisi jasmani dan rohani;
memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Pekerja Sosial; dan
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial.
Pasal 30
STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
Persyaratan untuk Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
memiliki STR lama;
memiliki Sertifikat Kompetensi;
memiliki surat keterangan kondisi jasmani dan rohani;
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial; dan
telah mengabdikan diri sebagai Pekerja Sosial.
Pasal 31
STR tidak berlaku karena:
habis masa berlakunya dan Pekerja Sosial tidak mendaftar ulang;
atas permintaan sendiri;
Pekerja Sosial meninggal dunia; atau
dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi Ulang diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Registrasi Pekerja Sosial Lulusan Luar Negeri
Pasal 33
Pekerja Sosial lulusan luar negeri yang akan melaksanakan Praktik Pekerjaan Sosial di Indonesia harus dilakukan evaluasi dan/atau verifikasi oleh Organisasi Pekeria Sosial.
Evaluasi dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
bukti penyetaraan ljazah oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi;
surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan Sertifikat Kompetensi;
surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Pekeda Sosial;
surat keterangan kondisi jasmani dan rohani; dan
surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik Pekerja Sosial.
Pekerja Sosial lulusan luar negeri yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STR.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Registrasi Pekerja Sosial lulusan luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Registrasi Pekerja Sosial
Warga Negara Asing
Pasal 34
Pekerja Sosial warga negara asing dapat mclakukan Praktik Pekerjaan Sosial di Indonesia.
Pekerja Sosial warga negara asing yang melakukan Praktik Pekerjaan Sosial di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
Pekerja Sosial warga negara asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STR sementara oleh Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 35
STR sementara dapat diberikan kepada Pekerja Sosial warga negara asing yang melakukan kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial yang bersifat sementara di Indonesia.
STR sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh STR sementara diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Izin Praktik
Pasal 37
Pekerja Sosial yang menjalankan Praktik Pekerjaan Sosial mandiri wajib memiliki izin.
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPPS.
SIPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota tempat Pekerja Sosial menjalankan praktik mandirinya.
Untuk mendapatkan SIPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pekerja Sosial harus melampirkan:
salinan STR yang masih berlaku; dan
surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan tempat Pekerja Sosial berpraktik.
SIPPS masih berlaku apabila:
STR masih berlaku; dan
Pekerja Sosial berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalarn SIPPS.
Pasal 38
SIPPS hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik mandiri.
SIPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja Sosial paling banyak untuk 2 (dua) tempat praktik mandiri.
Pasal 39
SIPPS tidak berlaku karena:
dicabut berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
habis masa berlakunya;
atas permintaan Pekerja Sosial; atau
Pekerja Sosial meninggal dunia.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenar izin praktik diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Pekerja Sosial
Pasal 41
Pekerja Sosial dalam melaksanakan pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial berhak:
memperoleh pelindungan hukum dalam pelaksanaan tugas sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien, keluarga, danf atau pihak lain yang terkait;
meningkatkan kompetensi melalui pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesi;
mendapatkan promosi dan/atau penghargaan sesuai dengan prestasi kerja;
memiliki kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Pekerja Sosial; dan/atau
menerima imbalan jasa atas pelayanan yang telah dilakukan.
Pasal 42
Pekerja Sosial dalam melaksanakan pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial wajib:
memberikan pelayanan sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai pelayanan kepada Klien, keluarga, dan/atau pihak lain sesuai dengan kewenangannya;
menjaga kerahasiaan K1ien;
merujuk Klien kepada pihak lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan sesuai dengan penanganan masalah;
meningkatkan mutu pelayanan pekerjaan sosial;
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi serta pengetahuan secara berkelanjutan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dan/atau pelatihan; dan
bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, Iatar belakang keluarga, disabilitas, dan status sosial ekonomi kepada Kiien dalam menjalankan tugas keprofesionalan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Klien
Pasal 43
Klien dalam menerima pclayanan Praktik Pekerjaan Sosial berhak:
memperoleh pelayanan sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial;
memperoleh informasi secara benar dan jelas mengenai rencana intervensi Praktik Pekerjaan Sosial;
memberi persetujuan atau penolakan terhadap rencana intervensi yang akan dilakukan;
memperoleh jaminan kerahasiaan identitas dan kondisi Klien; dan
mengajukan keberatan atas pelayanan yang tidak sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 44
Kerahasiaan identitas dan kondisi Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d dapat diungkapkan atas dasar:
kepentingan Klien;
permintaan aparatur penegak hukum;
persetujuan Klien; dan/atau
perintah undang-undang.
Kepentingan Klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan ketentuan:
memperhatikan prinsip etik dalam keadaan darurat dan/atau keselamatan hidup; atau
harus dengan persetujuan Klien atau keluarga dalam keadaan tidak darurat.
Pasal 45
Klien dalam menerima pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial wajib:
memberikan informasi yang lengkap, jelas, dan jujur mengenai kondisinya;
memaiuhi nasihat dan petunjuk Pekerja Sosial; dan
memberikan imbalan jasa atas pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial yang diterima.
Imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku jika Klien merupakan orang atau sekelompok orang yang tergolong miskin atau sedang dalam musibah.
BAB VII
ORGANISASI PEKERJA SOSIAL
Pasal 46
Pekerja Sosial membentuk Organisasi Pekerja Sosial yang bersifat independen, mandiri, dan berbadan hukum.
Organisasi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan kompetensi, karier, pelindungan, dan kesejahteraan Pekerja Sosial.
Pekerja Sosial wajib menjadi anggota Organisasi Pekerja Sosial.
Pembentukan Organisasi Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat mernfasilitasi Organisasi Pekerja Sosial dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Pekerja Sosial.
Pasal 47
Organisasi Pekerja Sosial bertugas:
menyusun kode etik Pekerja Sosial;
melaksanakan Registrasi Pekerja Sosial;
meningkackan pengetahuan, kompetensi, dan martabal Pekerja Sosial; dan
melakukan pelindungan dan pengawasan terhadap Pekerja Sosial yang melakukan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 48
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Organisasi Pekerja Sosial berwenang:
menetapkan dan menegakkan kode etik Pekerja Sosial;
memberikan bantuan hukum kepada Pekerja Sosial;
melakukan pembinaan dan pengembangan Pekerja Sosial;
menyatakan terpenuhi atau tidaknya persyaratan Registrasi Pekerja Sosial;
menerbitkan, memperpanjang, membekukan, dan mencabut STR;
menyatakan terjadi atau tidaknya suatu pelanggaran kode etik Pekerja Sosial berdasarkan hasil investigasi;
menjatuhkan sanksi terhadap Pekerja Sosial yang tidak memenuhi standar Praktik Pekerjaan Sosial;
menjatuhkan sanksi terhadap Pekerja Sosial yang melakukan pelanggaran kode etik Pekerja Sosial; dan
melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
BAB VIII
DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK
Pasal 49
Dewan kehormatan kode etik dibentuk oleh Organisasi Pekerja Sosial untuk menegakkan kode etik Pekerja Sosial.
Dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik Pekerja Sosial dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik Pekerja Sosial.
Rekomendasi dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilaksanakan oleh Organisasi Pekerja Sosial.
Rekomendasi dewan kehormatan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar Organisasi Pekerja Sosial serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
peringatan tertulis;
pembekuan sementara STR; dan/atau
pencabutan STR.
Pasal 50
Ketentuan mengenai keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan kode etik diatur dengan anggaran dasar Organisasi Pekerja Sosial.
BAB IX
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 51
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya Praktik Pekerjaan Sosial yang bermutu dan melindungi masyarakat penerima pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial.
Bagian Kedua
Pemerintah Pusat
Pasal 52
Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 bertugas:
menyusun standar operasional prosedur, standar kompetensi, dan standar layanan;
menyusun standar pendidikan Pekerja Sosial;
menyusun tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi;
melakukan pembinaan terhadap penyelenggaran Praktik Pekerjaan Sosial bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial;
melakukan pengawasan penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial oleh Organisasi Pekerja Sosial;
mendorong tersedianya sarana pendidikan cian sumber daya dalam rangka percepatan penyelenggaraan pendidikan profesi Pekerja Sosial; dan
melakukan pengelolaan basis data penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial skala nasional.
Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Pemerintah Pusat dapat bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial.
Pasal 53
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pemerintah Pusat berwenang menetapkan:
program pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial skala nasional;
kebijakan sistem Registrasi Pekerja Sosial;
standar operasional prosedur, standar kompetensi. dan standar layanan; dan
tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi.
Pasal 54
Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53 dilaksanakan oleh menteri sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah
Pasal 55
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 bertugas:
melakukan pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial;
melakukan pengelolaan pangkalan data pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial di lingkup Pemerintah Daerah;
memfasilitasi pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial; dan
melakukan pengawasan pelaksanaan Praktik Pekerjaan Sosial bersama-sama dengan Organisasi Pekerja Sosial di daerah.
Pasal 56
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasai 55, Pemerintah Daerah berwenang:
menetapkan program pemberdayaan dan pengembangan Pekerja Sosial di lingkup Pemerintah Daerah;
mendapatkan data pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial dari pemangku kepentingan;
menetapkan program fasilitasi pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial; dan
memberikan dan mencabut izin praktik Pekerja Sosial setelah mendapatkan rekomendasi dari dewan kehormatan kode etik Organisasi Pekerja Sosial.
BAB X
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 57
Masyarakat dapat berperan aktif dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
Pasal 58
Peran aktif masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 meliputi paling sedikit:
berpartisipasi dalam upaya pencegahan masalah sosial; menyampaikan laporan adanya masalah sosial yang perlu penanganan Pekerja Sosial; menyampaikan laporan terjadinya malpraktik yang dilakukan Pekerja Sosial; melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial; dan/atau menyampaikan usulan perbaikan kebijakan terkait dengan pelaksanaan Praktik Pekerjaan Sosial.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Pekerja Sosial yang merupakan kelompok jabatan fungsional sebelum Undang-Undang ini diundangkan tetap diakui sebagai Pekerja Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
Istilah pekerja sosial profesional yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai Pekerja Sosial, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 60
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967):
Pekerja sosial profesional yang telah melakukan pelayanan sosial tetapi belum mengikuti Uji Kompetensi, masih diberikan kewenangan melakukan pelayanan sosial untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan;
Pekerja sosial profesional yang belum tersertifikasi, tenaga kesejahteraan sosial, penyuluh sosial, dan relawan sosial yang telah melakukan pelayanan sosial diakui sebagai Pekerja Sosial setelah lulus Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan
Pekerja sosial profesional yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap diakui sebagai Pekerja Sosial menurut Undang-Undang ini.
Pasal 61
Rekognisi pembelajaran lampau diiakukan dengan ketentuan:
setiap orang yang sudah mempunyai pengalaman dalam pelayanan sosial tetapi tidak berlatar belakang pendidikan sarjana kesejahteraan sosial atau sarjana terapan pekerjaan sosial harus mengikuti pendidikan profesi Pekerja Sosial; dan setiap orang yang sudah bekerja, mempunyai pengalaman di bidang pelayanan sosial, dan/atau telah mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang pelayanan sosial dapat langsung mengikuti uji kompetensi sepanjang belum ada pendidikan profesi Pekerja Sosial dan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 62
Institusi yang melaksanakan Uji Kompetensi Pekerja Sosial sebelum Undang-Undang ini diundangkan masih dapat melakukan tugas dan wewenangnya sampai dengan Uji Kompetensi diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekeda sama dengan Organisasi Pekerja Sosial.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Organisasi Pekerja Sosial yang sudah ada harus menyesuaikan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini paiing lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 64
Pendidikan Profesi Pekerja Sosial harus terselenggara di perguruan tinggi paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 65
Pelaksanaan Uji Kompetensi Pekerja Sosial harus diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Pekerja Sosial paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 66
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai pekerja sosial profesional dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 33 ayat (2), Pasal 52 ayat (3) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Praktik Pekerjaan Sosial, dinyatakan ma-sih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru.
Pasal 68
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkah paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 69
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Oktober 2019
PLT. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
TJAHJO KUMOLO
Baca di Undang-Undang 14 tahun 2019 Pekerja Sosial
Sumber Bacaan :
Pekerja Sosial, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2019 Pekerja Sosial
1. https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1748.pdf
2. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/122024/uu-no-14-tahun-2019
3. https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/16614/UU0112009.htm
4. www.jogloabang.com/pustaka/uu-14-2019-pekerja-sosial
5. p4s.kemsos.go.id
Ikuti berita fullcaring lainnya di Google News